Posted by : Unknown
Minggu, 24 Januari 2016
A. Pengertian dinamika
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dapat menimbulkan perubahan
dalam tatanan hidup masyarakat yang bersangkutan.
B. Pengertian Pembangunan
Dissaynake
(1984), mendefinisikan pembangunan sebagai proses perubahan sosial yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas masyarakat
tanpa merusak lingkungan alam dan cultural tempat mereka berada dan berusaha
melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan
mereka penentu dari tujuan mereka sendiri.
Rogers dan Shoemaker (1971), mendefinisikan
pembangunan sebagai suatu jenis perubahan sosial, dimana ide-ide baru
diperkenalkan pada suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan per kapita
dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih
modern dan organisasi sosial yang lebih baik. Pembangunan adalah modernisasi
pada tingkat sistem sosial.
C. Pengertian Pariwisata
Pariwisata merupakan kegiatan yang kompleks,
bersifat multi sektoral dan terfragmentasikan karena itu koordinasi antar
berbagai sektor terkait melalui proses perencanaan yang tepat sangat penting.
Perencanaan juga diharapkan dapat membantu tercapainya kesesuian (match)
antara ekspektasi pasar dengan produk wisata yang dikembangkan tanpa harus
mengorbankan kepentingan masing-masing pihak.
Pariwisata adalah salah satu jenis industri
yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang relative cepat, menyediakan
lapangan kerja, meningkatkan penghasilan, dan taraf hidup serta menstimulasikan
sektor-sektor produksi lainnya.
Pembangunan Nasional Indonesia
mencakup pada seluruh bidang kehidupan baik aspek alamiah maupun sosial dengan
bertumpu pada pembangunan ekonomi, pemerataan pembangunan dan stabilitas
nasional yang dinamis. Di dalam GBHN dilaksanakan pembangunan Nasional bidang
pariwisata termasuk dalam sektor pembangunan ekonomi yang sasarannya :
1. mendayagunaan
sumber daya alam dan potensi kepariwisataan nasional yang dapat diandalkan
serta memperbesar penerimaan devisa.
2. memperkenalkan
kekayaan. peninggalan seJarah, kekayaan alam seluruh pelosok tanah air.
3. penyediaan
sarana dan prasarana yang didukung oleh partisipasi masyarakat.
Untuk perekembangan pariwisata
sejak Pelita I sampai Pelita IV tergantung kepada politik pemerintah,
perasaan ingin tahu, adat ramah tamah, jarak dan waktu. atraksi objek wisata,
akomodasi pengangkutan, harga-harga, publisitas dan promosi, dan kesempatan
berbelanja. Sedangkan sumber daya alam memegang peranan penting bagi
pengembangan pariwisata. Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang
diketemukan oleh manusia di dalam lingkungannya yang dapat dipergunakan dengan
sesuatu cara untuk keuntungan. Sumber daya yang disediakan oleh alam termasuk
air yang dapat menghasilkan sumber energi melalui tenaga hidro elektris dapat
menjadi sarana pengangkutan dan dapat menyediakan tempat untuk kegiatan
pariwisata.
Pariwisata sebagai upaya
pelaksanaan pembangunan terutama penunjang pertumbuhan etonomi yang didukung
oleh sumber daya alam yang memadai dan harus dikelola dengan manajemen yang
baik. Dalam hal ini perlu diamati tentang pemanfaatan sumber daya alam bagi
pengembangan pariwisata yaitu unsur-unsur sumber daya alam apa saja yang
terkait dalam rangka pengembangan pariwisata. Bidang pariwisata mempunyai
peranan penting dalam perekonomian Nasional dan regional, baik sebagai sumber
devisa negara maupun sumber lapangan kerja bagi masyarakat kota dan desa
memperkenalkan alam dan nilai budaya bangsa. Pariwisata dalam negeri terus
dikembangkan dan diarahkan untuk memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta
menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka memperkokoh
persatuan dan kesatuan Nasional disamping untuk meningkatkan kegiatan ekonomi.
Untuk ini perlu dikembangkan
objek-objek pariwisata serta promosi bagi daerah yang sudah menjadi daerah
pariwisata dan daerah yang berpotensi untuk pariwisata tapi belum optimal
dikembangkan. Hal ini sesuai dengan yang dicanangkan pemerintah bahwa tahun
1991 adalah tahun kunjungan wisata Indonesia, maka dirasakan perlu untuk
mengembangkan daerah-daerah pariwisata sehingga bisa diharapkan kunjungan
wisatawan ke Indonesia meningkat dari sebelumnya.
3.1 PEMBANGUNAN SEKTOR PARIWISATA
DI ERA OTONOMI DAERAH
Jumlah perjalanan wisatawan
mancanegara (wisman) di Indonesia pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan sebesar
19,1% dibanding tahun 2003. Sedangkan penerimaan devisa mencapai US$ 4,798
miliar, meningkat 18,8% dari penerimaan tahun 2003 sebesar US$ 4,037 miliar.
Berdasarkan catatan sementara dari Biro Pusat Statistik, jumlah wisman ke
Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 5,007 juta atau mengalami penurunan sebesar
5,90%. Penerimaan devisa diperkirakan mencapai US$ 4,526 miliar atau mengalami
penurunan sebesar 5,66% dibanding tahun 2004. Namun demikian angka perjalanan
wisata di dalam negeri (pariwisata nusantara) tetap menunjukan pertumbuhan yang
berarti. Di tahun 2005 diperkirakan terjadi 206,8 juta perjalanan (trips)
dengan pelaku sebanyak 109,9 juta orang dan menghasilkan pengeluaran sebesar Rp
86,6 Triliun.
Keseluruhan
angka tersebut di atas, mencerminkan kemampuan pariwisata dalam meningkatkan
pendapatan negara, baik dalam bentuk devisa asing maupun perputaran uang di
dalam negeri. Permasalahannya, apakah penerimaan devisa dan perputaran uang
tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Oleh sebab itu makalah
ini disusun untuk memberikan konsep berpikir (paradigma) baru dalam upaya
pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Selain itu makalah ini juga mencoba
menjelaskan kecenderungan (trend) Global yang terjadi dalam perjalanan
pariwisata internasional serta dampaknya terhadap perkembangan kepariwisataan
Indonesia di era otonomi daerah pada saat ini.
3.2 PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN
Pariwisata
seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi
pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun
demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan
yang lebih luas bagi suatu negara.
Pembangunan kepariwisataan pada dasarnya
ditujukan untuk :
a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Pariwisata
mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke
seluruh penjuru negeri. Sehingga dengan banyaknya warganegara yang melakukan
kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat tinggalnya akan timbul rasa
persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan filosofi kehidupan masyarakat
yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
nasional.
b. Penghapusan Kemiskinan (Poverty
Alleviation)
Pembangunan
pariwisata seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia
untuk berusaha dan bekerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah seharusnya
memberika manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian pariwisata akan mampu memberi kemampuan besar dalam
penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi ekonomi lain
selain potensi alam dan budaya bagi kepentingan pariwisata.
c. Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable
Development)
Dengan
sifat kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya dan
keramahtamahan pelayanan, sedikit sekali sumberdaya yang habis digunakan untuk
menyokong kegiatan ini. Bahkan berdasarkan berbagai contoh pengelolaan
kepariwisataan yang baik, kondisi lingkungan alam dan masyarakat di suatu
destinasi wisata mengalami peningkatan yang berarti sebagai akibat dari
pengembangan keparwiwisataan di daerahnya.
d. Pelestarian Budaya (Culture Preservation)
Pembangunan
kepariwisataan seharusnya mampu kontribusi nyata dalam upaya-upaya pelestarian
budaya suatu negara atau daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan
pemanfaatan budaya negara atau daerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama
mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat
utama pelestarian kebudayaan. Dalam konteks tersebut, sudah selayaknya bagi
Indonesia untuk menjadikan pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong
pelestarian kebudayaan di
berbagai daerah.
e. Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi
Manusia
Pariwisata
pada masa kini telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada
beberapa kelompok masyarakat tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata
bahkan telah dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian
waktu libur yang lebih panjang dan skema paid holidays.
f. Peningkatan Ekonomi dan Industri
Pengelolaan
kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan seharusnya mampu memberikan
kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan
bahan dan produk lokal dalam proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga
memberikan kesempatan kepada industri lokal untuk berperan dalam penyediaan
barang dan jasa. Syarat utama dari hal tersebut di atas adalah kemampuan usaha
pariwisata setempat dalam memberikan pelayanan berkelas dunia dengan
menggunakan bahan dan produk lokal yang berkualitas.
g. Pengembangan Teknologi
Dengan
semakin kompleks dan tingginya tingkat persaingan dalam mendatangkan wisatawan
ke suatu destinasi, kebutuhan akan teknologi tinggi khususnya teknologi
industri akan mendorong destinasi pariwisata mengembangkan kemampuan penerapan
teknologi terkini mereka. Pada daerah-daerah tersebut akan terjadi pengembangan
teknologi maju dan tepat guna yang akan mampu memberikan dukungan bagi kegiatan
ekonomi lainnya. Dengan demikian pembangunan kepariwisataan akan memberikan
manfaat bagi masyarakat dan pemerintahan di berbagai daerah yang lebih luas dan
bersifat fundamental. Kepariwisataan akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari
pembangunan suatu daerah dan terintegrasi dalam kerangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat.
3.3 KONDISI KEPARIWISATAAN NASIONAL
DI ERA OTONOMI DAERAH
Pada masa lalu pembangunan
ekonomi lebih diorientasikan pada kawasan Indonesia bagian barat. Hal ini
terlihat lebih berkembangnya pembangunan sarana dan prasarana di kawasan barat
Indonesia, dibandingkan dengan yang terdapat di kawasan timur Indonesia. Hal
ini juga terlihat dari pembangunan di sektor pariwisata, dimana kawasan
Jawa-Bali menjadi kawasan konsentrasi utama pembangunan kepariwisataan.
Sementara dilihat dari kecenderungan perubahan pasar global, yang lebih
mengutamakan sumber daya alami sebagai destinasi wisata, maka potensi sumber
daya alam di kawasan timur Indonesia lebih besar di bandingkan kawasan barat.
Kualitas sumber daya alam yang dapat dijadikan daya tarik wisata unggulan di
kawasan timur Indonesia, jauh lebih baik dan memiliki peluang yang besar untuk
dikembangkan. Namun demikian tidak secara otomatis kawasan timur Indonesia
dapat dikembangkan menjadi kawasan unggulan, karena adanya beberapa masalah
mendasar, seperti kelemahan infrastruktur, sumber daya manusia, dan sebagainya.
Beberapa
dampak yang ditimbulkan dari ketidakseimbangan pembangunan di sektor pariwisata
adalah:
a. Pembangunan
pariwisata yang tidak merata, khususnya di kawasan timur Indonesia, sehingga
tingkat pertumbuhan ekonomi kawasan Indonesia timur dari sektor pariwisata
masih rendah.
b. Indonesia
hanya bertumpu pada satu pintu gerbang utama, yaitu Bali.
c. Lemahnya
perencanaan pariwisata di kawasan timur Indonesia dan kurang termanfaatkannya
potensi pariwisata di kawasan tersebut secara optimal.
d. Rendahnya
fasilitas penunjang pariwisata yang terbangun.
e. Terbatasnya
sarana transportasi, termasuk hubungan jalur transportasi yang terbatas.
Dampak yang ditimbulkan dari
akibat ketidakseimbangan pembangunan tersebut di atas, sangat terasa pada saat
Indonesia mengalami berbagai tragedi kemanusian di Bali dan Jawa tahun 2002 -
2005. Tragedi ini memberikan pelajaran yang sangat mahal bagi Indonesia, dimana
pendekatan pembangunan pariwisata yang berorientasi pada pasar mancanegara
saja, menjadi tidak mampu menopang kepariwisataan Indonesia. Kedua, pembangunan
pariwisata yang bertumpu dan berfokus hanya pada satu pintu gerbang utama
membuktikan banyak kelemahan. Ketiga, perlunya diversifikasi aktivitas
masyarakat pada satu destinasi pariwisata, sehingga dapat menjadikan alternatif
pendapatan. Ketidakseimbangan pembangunan juga berdampak langsung pada
ketidakseimbangan investasi yang ada. Investasi pariwisata di kawasan timur
Indonesia, terlihat menjadi jauh lebih kecil dibandingkan dengan kawasan barat,
karena sarana penunjang bisnis pariwisata skala nasional dan internasional
telah tersedia, seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara dan lain sebagainya.
Para investor lebih memilih kawasan-kawasan yang telah memiliki sarana
penunjang, terutama sarana yang mampu menarik pasar untuk berkunjung. Selain
pembangunan fasilitas yang tidak seimbang, lemahnya investasi pariwisata di
daerah, juga akibat dari lemahnya kebijakan pemerintah daerah di bidang
pariwisata. Tidak dapat dipungkiri pula rentannya keamanan di daerah-daerah
timur Indonesia, seperti Kabupaten Poso, di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Maluku, Papua, juga memberikan dampak pada rendahnya investasi pariwisata di
kawasan Timur.Ketidakseimbangan pembangunan yang berdampak pada tidak meratanya
pembangunan sektor pariwisata di Indonesia, harus dibenahi melalui penciptaan
program-program pemerintah yang mendorong dan memfasilitasi terciptanya produk
dan usaha pariwisata lebih besar dikawasan Indonesia timur. Selain
itu, belajar dari pengalaman yang diambil dari pembangunan pariwisata yang
bertumpu pada satu pintu gerbang,maka sebaiknya pemerintah pusat dan daerah
harus mampu mendorong dan mendukung program jangka panjang berupa pengembangan
pintu gerbang utama lainnya bagi pariwisata Indonesia.Daerah ini harus
strategis baik dilihat dari segi ekonomi, sosial dan politik serta keamanan
pengunjung.
Isu strategis pertama dalam
masa penerapan otonomi daerah di sektor pariwisata adalah timbulnya persaingan
antar daerah, persaingan pariwisata yang bukan mengarah pada peningkatan
komplementaritas dan pengkayaan alternatif berwisata. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor seperti:
a. lemahnya pemahaman tentang
pariwisata
b. lemahnya kebijakan
pariwisata daerah
c. tidak adanya pedoman dari
pemerintah pusat maupun provinsi.
Akibatnya pengembangan
pariwisata daerah sejak masa otonomi lebih dilihat secara parsial. Artinya
banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa melihat, menghubungkan dan
bahkan menggabungkan dengan pengembangan daerah tetangganya maupun
propinsi/kabupaten/kota terdekat. Bahkan cenderung meningkatkan persaingan
antar wilayah, yang pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk
yang dihasilkan. Padahal pengembangan pariwisata seharusnya lintas Provinsi
atau lintas Kabupaten/Kota, bahkan tidak tidak lagi mengenal batas karena
kemajuan teknologi informasi.
Isu kedua terkait
dengan kondisi pengembangan pariwisata Indonesia yang masih bertumpu pada
daerah tujuan wisata utama tertentu saja, walaupun daerah-daerah lain diyakini
memiliki keragaman potensi kepariwisataan. Hal yang mengemuka dari pemusatan
kegiatan pariwisata ini adalah dengan telah terlampauinya daya dukung
pengembangan pariwisata di berbagai lokasi, sementara lokasi lainnya tidak
berkembang sebagaimana mestinya. Selain itu kekhasan dan keunikan atraksi dan
aktivitas wisata yang ditawarkan masih belum menjadi suatu daya tarik bagi
kedatangan wisatawan mancanegara, karena produk yang ditawarkan tidak dikemas
dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-negara pesaing.
Salah satu kelemahan produk wisata Indonesia, yang menyebabkan Indonesia kalah
bersaing dengan negaranegara tetangga adalah kurangnya diversifikasi produk dan
kualitas pelayanan wisata Indonesia. Para pelaku kepariwisataan Indonesia
kurang memberikan perhatian yang cukup untuk mengembangkan produkproduk baru
yang lebih kompetitif dan sesuai dengan selera pasar.
Isu ketiga berhubungan
dengan situasi dan kondisi daerah yang berbeda baik dari potensi wisata alam,
ekonomi, adat budaya, mata pencaharian, kependudukan dan lain sebagainya yang
menuntut pola pengembangan yang berbeda pula, baik dari segi cara atau metode,
prioritas, maupun penyiapannya. Proses penentuan pola pengembangan ini
membutuhkan peran aktif dari semua pihak, agar sifatnya integratif,
komprehensif dan sinergis.
Isu keempat dapat
dilihat dari banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat potensial di Indonesia
apabila dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya yang dimilikinya. Namun
sayangnya belum bisa dijual atau mampu bersaing dengan daerahdaerah tujuan
wisata baik di kawasan regional maupun internasional. Hal tersebut semata-mata
karena daya tarik yang tersedia belum dikemas secara profesional, rendahnya
mutu pelayanan yang diberikan, interpretasi budaya atau alam yang belum
memadai, atau karena belum dibangunnya citra (image) yang membuat
wisatawan tertarik untuk datang mengunjungi dan lain sebagainya. Memperbanyak
variasi produk baru berbasis sumber daya alam, dengan prinsip pelestarian
lingkungan dan partisipasi masyarakat, merupakan strategi yang ditempuh untuk
meningkatkan pemanfaatan keunikan daerah dan persaingan di tingkat regional.
Selain kualitas kemasan dan pelayanan, produk pariwisata berbasis alam harus
memberikan pengalaman lebih kepada wisatawan. Selanjutnya, pengemasan produk
wisata dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan teknologi terkini. Produk-produk
wisata yang ditawarkan harus sudah berbasis teknologi informasi, sebagai upaya
meningkatkan pelayanan dan sekaligus meningkatkan kemampuan menembus pasar
internasional.
Di luar seluruh permasalahan,
tantangan dan hambatan yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan
kepariwisataan, potensi yang dimiliki sebagai penunjang pembangunan
kepariwisataan sangat tinggi. Kekayaan alam dengan keanekaragaman jenis atraksi
wisata alam kelas dunia masih kita miliki. Atraksi wisata alam berbasis
kekayaan alam tersebut meliputi daya tarik ekowisata, bahari, pulau-pulau kecil
serta danau dan gunung tersebar di seluruh wilayah dan siap untuk dikembangkan.
Kekayaan budaya yang tinggi dan beranekaragam juga menjadi potensi yang sangat
tinggi untuk dilestarikan melalui pembangunan kepariwisataan. Pada dasarnya
minat utama wisatawan datang ke suatu destinasi pariwisata lebih disebabkan
karena daya tarik wisata budaya dengan kekayaan seperti adat istiadat,
peninggalan sejarah dan purbakala, kesenian, monumen, upacaraupacara dan
peristiwa budaya lainnya. Kemajemukan bangsa Indonesia dengan agama yang
beragam menjadi potensi yang sangat besar dalam peningkatan kepariwisataan.
Hampir tidak ada negara atau daerah di dunia yang memiliki penduduk yang
heterogen dalam kepercayaan mereka. Sementara Indonesia sangat berbeda dan dari
satu daerah ke daerah lainnya pengembangan pariwisata relijius merupakan
potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di masa datang.
Disamping kondisi tersebut di
atas, masih ditemui dilema (paradox) dalam pengembangan industri
pariwisata di Indonesia. Sifat paling mendasar dari investasi pada industri
pariwisata adalah "High Investment, Not Quick Yield" artinya
investasi di bidang pariwisata membutuhkan investasi yang besar dengan tingkat
pengembalian yang lama (jangka panjang). Kondisi ini sungguh tidak menarik bagi
kebanyakan stakeholders kepariwisataan yang masih memiliki
budaya "Instant and Shortcut" dimana mereka lebih menyukai
melakukan investasi yang dapat segera memberikan keuntungan. Sehingga para
investor tidak tertarik menanamkan modalnya dalam mengembangkan usaha
pariwisata. Dalam konteks ini diperlukan integrasi usaha pariwisata (tourism
business integration) yang merupakan sinergi pelaku kepariwisataan secara
horisontal maupun vertikal dan memberikan keuntungan atau manfaat bagi
masingmasing pihak. Oleh karenanya diperlukan bentuk-bentuk insentif yang mampu
merangsang timbulnya investasi di bidang kepariwisataan dengan menggunakan
manajemen partisipatoris dengan melibatkan seluruh stakeholders baik
masyarakat, dunia usaha, lembaga keuangan, pemerintah daerah (Provinsi,
Kabupaten maupun Kota), serta pemerintah pusat. Sesuai dengan Rencana Strategis
Pembangunan
Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional tahun
2005 – 2009, maka kebijakan dalam pembangunan kepariwisataan nasional diarahkan
untuk :
a. peningkatkan
daya saing destinasi, produk dan usaha pariwisata nasional;
b. peningkatan
pangsa pasar pariwisata melalui pemasaran terpadu di dalam maupun di luar
negeri;
c. peningkatan
kualitas, pelayanan dan informasi wisata;
d. pengembangan incentive
system usaha dan investasi di bidang pariwisata;
e. Pengembangan
infrastruktur pendukung pariwisata;
f. Pengembangan
SDM (standarisasi, akreditasi dan sertifikasi kompetensi)
g. Sinergi multi-stakeholders dalam
desain program kepariwisataan
Untuk menanggulangi berbagai permasalahan dan
potensi yang telah disebutkan di atas dengan tetap mengacu pada arah kebijakan
pembangunan kepariwisataan yang telah disebutkan, perlu dilakukan serangkaian
tindakan yang berbasis pada strategi :
a. kebijakan fiscal (Fiscal Policy)
dengan jalan memberikan berbagai kebijakan fiskal bagi pengembangan
kepariwisataan di berbagai daerah khususnya di kawasan timur Indonesia, seperti tax
holiday, pendukungan permodalan, bunga pinjaman yang kompetitif dan
sebagainya.
b. kebijakan Investasi (Investment Policy)
melalui penerapan peraturan perundangan baik di tingkat pemerintah pusat maupun
daerah yang kondusif terhadap pembangunan usaha pariwisata baru maupun
pengembangan usaha yang telah ada.
c. Pengembangan Infrastruktur dengan
memperbesar aksesibilitas menuju dan dalam destinasi pariwisata melalui
pembangunan serta perluasan jaringan jalan, bandara, pelabuhan laut, jaringan
telekomunikasi, penyediaan listrik dan air bersih. Ketersediaan infrstruktur
yang memadai akan meningkatkan daya saing serta daya tarik dalam penyediaan
fasilitas kepariwisataan di suatu daerah tertentu.
d. Pengembangan SDM melalui peningkatan
kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal guna mengembangkan
kompetensi masyarakat dalam penyediaan barang dan jasa kepariwisataan serta
pelayanan bagi wisatawan baik mancanegara maupun nusantara.
e. Koordinasi Lintas Sektor mengembangkan
kemitraan antara seluruhstakeholders pembangunan kepariwisataan
melalui upaya koordinasi, sinkronisasi dan konsolidasi yang melibatkan lembaga
swadaya masyarakat, asosiasi/usaha pariwisata,DPR/DPRD, maupun pemerintah.
Seluruh kondisi tersebut di atas memerlukan
pendekatan yang ditujukan untuk meningkatkan keunggulan daya saing (competitive
advantage) yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan.
Michael E. Porter (2004) menyebutkan bahwa competitive advantage membutuhkan
faktor-faktor pembangun seperti :
a. Cost Advantages
Keunggulan
atas biaya yang harus dikeluarkan dalam penyediaan produk dan pelayanan wisata
merupakan faktor penting dalam membangun keunggulan kompetitif destinasi
pariwisata. Di dalamnya bergabung berbagai faktor yang mampu mengembangkan
kinerja destinasi seperti perencanaan (desain); pengembangan produk
wisata; pemasaran; pelayanan; serta harga. Dalam konteks pemerintahan,
keunggulan biaya dapat pula dibantu dengan harmonisasi regulasi antara
pemerintah pusat dan daerah yang terkait dengan insentif keuangan, penetapan
tarif serta skema perpajakan atau retribusi.
b. Differentiation
Membedakan
destinasi dan produk pariwisata merupakan fokus dalam mengembangkan keunggulan
komparatif kepariwisataan. Suatu destinasi pariwisata harus mampu menjadi
berbeda dengan pesaingnya ketika menghasilkan aksesibilitas, atraksi dan amenitas
yang unik dan berharga bagi wisatawan yang datang. Diferensiasi tidak melulu
dilakukan dengan hanya menawarkan harga produk dan pelayanan yang lebih rendah.
c. Business Linkages
Mengembangkan
hubungan yang saling menguntungkan merupakan suatu proses integratif dalam
membangun keunggulan kompetitif kepariwisataan. Hubungan yang dibangun bersifat
vertikal dan horisontal serta saling terintegrasi satu sama lainnya.
d. Services
Pelayanan
yang konsisten semenjak wisatawan tiba di pintu masuk (entry point),
pada saat berada di destinasi pariwisata sampai dengan kepulangannya. Seluruh
pihak yang terkait seperti adminsitratur bandara dan pelabuhan, petugas
imigrasi, bea cukai dan karantina, supir taksi dan lainnya seyogyanya mampu
memberikan pelayanan prima dan baku sehingga meninggalkan kesan yang dalam bagi
wisatawan.
e. Infrastructures
Kondisi
prasarana dan sarana pendukung kepariwisataan yang terpelihara dan beroperasi
dengan baik juga merupakan faktor penting pembangun keunggulan kompetitif suatu
destinasi pariwisata.
f. Technology
Penggunaan
teknologi yang tepat dan mudah digunakan akan mampu memberikan dukungan bagi
pelayanan kepada wisatawan yang datang selain mampu juga mendukung proses
pengambilan keputusan dalam pengembangan, pengelolaan dan pemasaran destinasi
pariwisata.
g. Human Resources
Kompetensi
sumberdaya manusia pelayanan dan pembinaan kepariwisataan menjadi kunci penting
pelaksanaan berbagai faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut di atas.
Berbagai faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut menggambarkan
kompleksitas pengembangan kepariwisataan yang bersifat multisektor dan
multidisipliner bagi di tingkat pusat, provinsi maupun lokal. Namun demikian
untuk melaksanakannya secara berhasil diperlukan 3 elemen penting yaitu a)
Visi; b) Kepemimpinan (Leadership); dan c) Komitmen. Ketiga elemen ini
harus pula ditunjukkan secara nyata dalam proses pengembangan, pengelolaan dan
pemasaran kepariwisataan. Khususnya ditingkat pusat secara kongkrit, implementasi
dari ketiga elemen tersebut di atas telah dibuktikan dengan diterbitkannya
Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pengembangan
Kebudayaan dan Pariwisata.
3.4
Partisipasi Masyarakat Setempat
Partisipasi
masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu memberikan manfaat
langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka
alam/ budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah hubungan timbal balik
antara atraksi wisata-pengelolaanmanfaat yang diperoleh dari ekowisata dan
partisipasi. Partisipasi masyarakat penting bagi suksesnya ekowisata di suatu
daerah tujuan wisata. Hal ini bisa dimulai dari diri kita sendiri. Jangan
terlalu berharap pemerintah akan melakukan semua hal karena kita juga memiliki
peranan yang sama dalam melakukan pembangunan di daerah kita. Partisipasi dalam
kegiatan pariwisata akan memberikan manfaat langsung bagi kita, baik untuk
pelestarian alam dan ekonomi. Bila kita yang menjaga alam tetap lestari dan
bersih, maka kita sendiri yang akan menikmati kelestarian alam tersebut, bila
kita berperan dalam kegiatan pariwisata, maka kita juga yang akan mendapatkan
manfaatnya secara ekonomi.