Posted by : Unknown Minggu, 24 Januari 2016

A.     Pengertian Tindak Pidana Kriminal Terorisme
Menurut para ahli kontraterorisme berpendapat bahwa istilah teroris merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi. Oleh karena itu, para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam. Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata teroris : Makna sebenarnya dari jihad, mujhaidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang. Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatas namakan agama.
Di lihat dari segi bahasa terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan kekerasan terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan politik. Dalam skala lebih kecil daripada perang, teroris berasal dari Perancis pada abad 18. Kata terorisme yang artinya dalam keadaan teror ( under the terror ), berasal dari bahasa latin ”terrere” yang berarti gemetaran dan ”detererre” yang berarti takut.Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu musuh dari sengketa territorial atau cultural melawan ideology atau agama yang melakukan aksi kekerasan terhadap publik.
Pandangan terorisme menurut Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Muzadi,  mengatakan Indonesia merupakan korban dari jaringan teror global. Menurut beliau, ini yang harus diluruskan di mata dunia. Teror itu biasanya datang dari luar, dimana bisa dilakukan sendiri dan bisa juga melalui doktrin, Indonesia victim global teror
Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror. Terorisme tidak ditujukan langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan teror justru dilakukan dimana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama, maksud yang ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror tersebut mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagaipsy-war.
Dalam rangka mencegah dan memerangi Terorisme tersebut, sejak jauh sebelum maraknya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk Terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta pelbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai Terorisme.

B.                 Landasan Hukum Tentang Terorisme

Menurut Waluyadi (2009: 17) Undang-Undang memberikan pembatasan, bahwa yang dimaksud terorisme adalah setiap perbuatan yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan atau bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa  takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Dalam rumusan yang paling formal di Indonesia adalah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme, dalam pasal 6 dan pasal 7 yang isinya mengenai ancaman pidana bagi pelaku teror dibagi menjadi dua. Pertama, perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang diancam dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Kedua, perbuatan yang dimaksudkan menimbulkan akibat yang dilarang diancam dengan pidana penjara seumur hidup.
Untuk menjamin berjalannya proses hukum dalam tindak pidana terorisme, Undang-Undang juga menegaskan adanya ancaman kepada siapa saja yang menghalangi proses hukum tersebut, dengan ancaman pidana minimal 2 tahun dan maksimal 7 tahun. Apabila usaha untuk menghalangi proses hukum tersebut diikuti dengan mengintimidasi aparat hukum, maka pelakunya diancam dengan pidana minimal 3 tahun maksimal 15 tahun.


C.                Faktor Penyebab Tindakan Terorisme
“Empat faktor menjadi penyebab tumbuh suburnya terorisme di Indonesia. Pendorong melakukan tindak kekerasan dan mau benar sendiri itu adalah kondisi ketidakadilan, lemahnya tatanan negara, ketidakpedulian masyarakat dan krisis
Selain itu, penyebab terorisme yang perlu dikenali karena ini berkait dengan upaya pencegahannya, antara lain:
1.         Kesukuan, nasionalisme/separatisme
Tindak teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis/suku atau pada suatu bangsa yang ingin memerdekan diri. Menebar teror akhirnya digunakan pula sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau alat perjuangan. Sasarannya jelas, yaitu etnis atau bangsa lain yang sedang diperangi. Bom-bom yang dipasang di keramaian atau tempat umum lain menjadi contoh paling sering. Aksi teror semacam ini bersifat acak, korban yang jatuh pun bisa siapa saja.
2.         Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi
Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang mampu memantik terorisme. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 macam: kemiskinan natural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan natural bisa dibilang “miskin dari sononya”. Orang yang tinggal di tanah subur akan cenderung lebih makmur dibanding yang berdiam di lahan tandus. Sedang kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dibuat. Ini terjadi ketika penguasa justru mengeluarkan kebijakan yang malah memiskinkan rakyatnya. Jenis kemiskinan kedua punya potensi lebih tinggi bagi munculnya terorisme.
3.         Non demokrasi
Negara non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya terorisme. Di negara demokratis, semua warga negara memiliki kesempatan untuk menyalurkan semua pandangan politiknya. Iklim demokratis menjadikan rakyat sebagai representasi kekuasaan tertinggi dalam pengaturan negara. Artinya, rakyat merasa dilibatkan dalam pengelolaan negara. Hal serupa tentu tidak terjadi di negara non demokratis. Selain tidak memberikan kesempatan partisipasi masyarakat, penguasa non demokratis sangat mungkin juga melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya. Keterkungkungan ini menjadi kultur subur bagi tumbuhnya benih-benih  terorisme.
Melihat kompleksitas permasalahan tersebut tampaknya terorisme bukan semata-mata masalah agama, melainkan masalah seluruh umat manusia dalam berbagai aspek. Muktifaktorial tersebut juga akhirnya yang akan mengakibatkan berbagai pihak akan melakukan aksi saling tuding sebagai biang penyebabnya. Bom di Jakarta yang mengguncang di Jakarta bom, telah menjadikan banyaknya kambing hitam yang muncul. Pihak keamanan dan pihak intelejen dituding tidak becus dan tidak professional dalam mencegah aksi tersebut. Tapi tudingan selalu dimentahkan, jangankan di Indonesia di negara Amerika Serikat sebagai pusat rujukan anti teror dunia.

4.         Pelanggaran harkat kemanusiaan

Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya karena warna kulit, agama, atau lainnya.Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan yang lain. Atmosfer seperti ini lagi-lagi akan mendorong berkembang biaknya teror.

5.         Radikalisme agama
Butir ini nampaknya tidak asing lagi. Peristiwa teror yang terjadi di Indonesia banyak terhubung dengan sebab ini. Radikalisme agama menjadi penyebab unik karena motif yang mendasari kadang bersifat tidak nyata. Beda dengan kemiskinan atau perlakuan diskriminatif yang mudah diamati. Radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang dunia para penganutnya. Menganggap bahwa dunia ini sedang dikuasi kekuatan hitam, dan sebagai utusan Tuhan mereka merasa terpanggil untuk membebaskan dunia dari cengkeraman tangan-tangan jahat.

D.           Dampak dari Tindakan Terorisme

1.        Terhadap sistem politik, terdapat input yang berguna untuk memberi masukan didalam sistem politik. Karena sistem politik disusun untuk memberikan kepuasan bagi masyarakat yang berada dibawahnya. Namun permasalahannya untuk Indonesia yang memiliki berbagai macam tuntutan karena latar belakang masyarakat yang sudah berbeda-beda, dan kebutuhan yang berbeda pula. Dan kadang kebutuhan tersebut tidak seluruhnya bisa dipenuhi, dan akhirnya rakyat menuntut. Terlihatlah bahwa Terorisme itu bisa mengganggu sistem perpolitikan suatu negara. Dan hendaknya masing-masing negara mampu mengatur suatu sistem perpolitikan dengan baiksehingga hal-hal seperti ini tidak kita temui lagi.
2.        Pengaruh terorisme dapat memiliki dampak yang signifikan, baik segi keamanan dan keresahan masyarakat maupun iklim perekonomian dan parawisata yang menuntut adanya kewaspadaan aparat intelijen dan keamanan untuk pencegahan dan penanggulangannya.
3.        Masih adanya ancaman terorisme di Indonesia juga disebabkan oleh belum adanya payung hukum yang kuat bagi kegiatan intelijen untuk mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme. Sulitnya menyusun payung hukum tersebut karena adanya pemahaman sempit sementara kalangan umat beragama, bahwa perang melawan  terorisme dianggap memerangi Islam. Kondisi masyarakat tradisional yang menghadapi persoalan ekonomi dan sosial sangat mudah dipengaruhi atau direkrut menjadi anggota kelompok teroris.

E.            Solusi dari Tindakan Terorisme
Terorisme (Endriyono, 2005: 22) adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara. Ada beberapa soft strategy yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam menahan laju terorisme di Indonesia.
1.        Pemberantasan kemiskinan dan perbaikan ekonomi. Tidak bisa dipungkiri bahwa kemiskinan adalah salah satu pendorong terjadinya gerakan resistensi dari berbagai golongan masyarakat, termasuk gerakan terorisme.
2.        Pemerintah hendaknya melakukan kampanye tentang pengertian jihad kepada seluruh masyarakat.
3.        Untuk para siswa yang duduk di bangku sekolah, pemahaman tentang jihad hendaknya dimasukkan ke dalam buku agama yang dikeluarkan oleh Departemen Agama (Depag).
4.        Untuk masyarakat diadakan dialog antara masyarakat barat dan Islam untuk membahas islam. Selain itu, pemerintah maupun masyarakat baiknya membuat film dokumenter yang ditayangkan di televisi mengenai pemahaman jihad itu sendiri.
5.        Itu harus ada empowering terhadap pemikiran moderat, karena inilah yang diperlukan di Indonesia. Jadi bukan hanya NU diajak bekerjasama, tetapi bagaimana pemikiran-pemikiran moderat itu diperkuat dengan sistem kenegaraan.
6.        Didalam sebuah sistem politik, terdapat InputOutput, dan Lingkungan yang memengaruhinya. Input yang Indonesia dapatkan sudah terlalu banyak, permasalahannya pun sudah dilumatkan dalam beberapa pertemuan, kerjasama antarnegara yang berkaitan dengan terorisme pun telah dijalin dengan berbagai negara, dan hendaknya kebijakan-kebijakan atau outputyang dikeluarkan pun sudah memuaskan seluruh kalangan.
Sebagai upaya memerangi terorisme, ada dua hal yang kita hadapi, yaitu ‘terror’ dan ‘isme’. Terror itu harus dihadapi dengan inteligen teritory dimana ini sudah dilakukan oleh Indonesia. Sementara yang kedua, yaitu isme, ini tidak bisa menggunakan cara-cara tersebut, kita harus menggunakan sistem pendidikan keagamaan yang menjamin untuk tidak timbulnya terror yang berkarakter agama.

F.  Langkah-Langkah Kebijakan
Arah kebijakan yang ditempuh dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan terorisme pada tahun 2005 – 2009 adalah sebagai berikut:
1.        penguatan koordinasi dan kerja sama di antara lembaga Pemerintah;
2.        peningkatan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan teroris, terutama satuan kewilayahan;
3.        pemantapan operasional penanggulangan terorisme dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi aksi terorisme;
4.       penguatan peran aktif masyarakat dan pengintensifan dialog dengan kelompok masyarakat yang radikal;
5.        peningkatan pengamanan terhadap area publik dan daerah strategis yang menjadi target kegiatan terorisme;
6.        sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi terorisme;
7.      pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya pembinaan (soft approach) untuk mencegah rekrutmen kelompok teroris serta merehabilitasi pelaku terror yang telah tertangkap.
Dalam mencegah dan menanggulangi terorisme, Pemerintah tetap berpedoman pada prinsip yang telah diambil sebelumnya, yakni melakukan secara preventif dan represif yang didukung oleh upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif dalam menangani aktivitas, terutama dalam mengungkap jaringan terorisme.  Peningkatan kerja sama intelijen, baik dalam negeri maupun dengan intelijen asing, melalui tukar-menukar informasi dan bantuan-bantuan lainnya, terus ditingkatkan.  Untuk mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme, Pemerintah akan terus mendorong instansi berwenang untuk meningkatkan penertiban dan pengawasan terhadap lalu lintas orang dan barang di bandara, pelabuhan laut, dan wilayah perbatasan, termasuk lalu lintas aliran dana, baik domestik maupun antarnegara. Penertiban dan pengawasan juga akan dilakukan terhadap tata niaga dan penggunaan bahan peledak, bahan kimia, senjata api dan amunisi di lingkungan TNI, Polisi, dan instansi pemerintah.  Selain itu, TNI, Polisi, dan instansi pemerintah juga terus melakukan pengkajian mendalam bekerja sama dengan akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Di samping itu, diselenggarakannya gelar budaya dan ceramah-ceramah mengenai wawasan kebangsaan dan penyebaran buku-buku terorisme dapat mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap langkah Pemerintah untuk memerangi terorisme di Indonesia. Peningkatan kemampuan berbagai satuan anti teror dan intelijen dalam menggunakan sumber-sumber primer dan jaringan informasi diperlukan agar dapat membentuk aparat anti teror yang profesional dan terpadu dari TNI, Polri, dan BIN.  Selanjutnya, kerja sama internasional sangat perlu untuk ditingkatkan karena terorisme merupakan permasalahan lintas batas yang memiliki jaringan dan jalur tidak hanya di Indonesia.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Aulia Pahwandi Blogspot - Shingeki No Kyojin - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -